Friday, March 28, 2014

Acute Coronary Syndrome (Angina Pektoris Tidak Stabil, STEMI, Non STEMI)


a) diagnosis ditegakkan jika ada 2 dari 3: nyeri dada tipikal, EKG, enzim jantung positif

b) klinis: nyeri dada sulit dilokalisir, terasa seperti terhimpit benda berat, menjalar ke bahu/lengan, mual-muntah, berkeringat dingin. Berlangsung >20 menit

c) pemeriksaan tambahan: EKG, enzim jantung, (CKMB, troponin)

d) tata laksana awal: Morfin, Oksigen, Nitrat e.g ISDN atau nitrogliserin, Aspirin (MONA)

e) angina pektoris tidak stabil: angina yang terjadi pertama kali, angina crescendo (makin berat), angina yang tidak membaik dengan istirahat/nitrat. EKG: biasanya ST depresi. Enzim jantung normal.

f) angina pektoris stabil (tidak termasuk dalam ACS): angina yang sehari-hari, sering dirasakan, muncul saat aktifitas, frekuensi dan beratnya nyeri tetap sama, membaik dengan istirahat/nitrogliserin.

g) STEMI: EKG menunjukkan ST Elevasi. Enzim jantung meningkat. Terapi diberikan trombolitik (streptokinase)

h) Non STEMI: EKG menunjukkan ST depresi (biasanya) atau T inversi. Enzim jantung meningkat. Tidak diberikan trombolitik.

i) faktor resiko: usia, riwayat keluarga (ACS < 55 tahun), rokok, LDL tinggi, hipertensi, obesitas, DM, stress, physical inactivity

Thursday, March 27, 2014

Tuberkulosis

a) klinis: batuk berdahak >2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, demam tak jelas sebabnya, keringat malam, BB turun, atau gejala TB ekstra paru

b) pemeriksaan fisik didapat suara nafas bronkial, ronki

c) pemeriksaan tambahan: sputum BTA 3x, x ray (kavitas/infiltrat di apex)

d) pengobatan: kategori 1: 2HRZE/4H3R3, kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
 dosis obat anti TB: H (Isoniazid): 4-6 mg/kgBB/hari, R (Rifampisin): 8-12 mg/kgBB/hari, Z (pirazinamid): 20-30 mg/kgBB/hari, E (Ethambutol) 15-20 mg/kgBB/hari, S (Streptomisin) 15-18 mg/kgBB/hari



Obat TB
Dosis (mg/kgBB/hari)
Dosis (mg) / BB (kg)
<40
40-60
>60
H (Isoniazid)
4-6
150
300
450
R (Rifampisin)
8-12
300
450
600
Z (Pirazinamid)
20-30
750
1000
1500
E (Ethambutol)
15-20
750
1000
1500
S (Streptomycin)
15-18
Sesuai BB
750
1000


e) lain-lain:

- Isoniazid e.s neuropati perifer. Terapi: berikan B6. Rifampisin diberikan sebelum makan, rifampisin mewarnai urin. Pirazinamid paling hepatotoksik, meningkatkan kadar asam urat. Etambutol buta warna. Streptomisin ototoksik dan nefrotoksik.

- MDR TB (Multidrug Resistant TB) resisten pada setidaknya rifampisin dan pirazinamid XDR TB atau Extensif Drug Resistant TB adalah MDR TB yang juga resistant pada 3 dari 6 obat second line.

Definisi tipe kasus:

a) kasus baru- sebelumnya tidak pernah berobat/pengobatan kurang dari 1 bulan, namun tidak mengambil obat selama 2 bulan lebih.
b) kambuh- sebelumnya sudah dinyatakan sembuh namun BTA kembali positif.
c) drop out- pengobatan sudah lebih dari 1 bulan, namun tidak mengambil obat selama 2 bulan atau lebih.
d) kasus gagal (default)- BTA tetap positif pada bulan kelima. Atau sebelumnya negatif, pada bulan kelima menjadi positif.
e) kronik-BTA  tetap positif walaupun  sudah berkali-kali menjalani pengobatan sampai selesai.
f) bekas TB- tidak ada tanda TB aktif. BTA negatif. Hanya ada gambaran fibrosis.
TB anak: sulit ditemukan dalam pemeriksaan BTA. Dapat digunakan skoring. Skor lebih dari atau sama dengan 6 ditatalaksana sebagai TB.

Gout dan pseudogout

Esensial

Gout dan pseudogout adalah 2 kasus terbanyak artropati yang terinduksi kristal. Gout disebabkan oleh kristal monosodium urate monohydrate. Pseudogout disebabkan oleh kristal pirofosfat kalsium dan lebih tepat dikatakan penyakit kristal pirofosfat.

Dalam studi retrospektif pada 16.816 pasien dengan serum asam urat diatas 7 mg/dl, Levy dan kolega menemukan bahwa pasien dengan gout yang tetap pada terapi untuk menurunkan urat memiliki kemungkinan lebih kecil mendapatkan kerusakan pada ginjal yang mengarah pada penyakit ginjal kronis daripada yang tidak mendapat terapi...

Tanda dan gejala-gejala

Gejala yang mungkin diderita pada gout dan pseudogout termasuk hal-hal berikut:

- podagra
- artritis pada tempat lain, pada gout di pergelangan tangan, pergelangan kaki sendi jari dan lutut, pada pseudogout di sendi-sendi besar (lutut, pergelangan tangan, pergelangan kaki atau siku)
- paling umum yang terlibat adalah monoartikular, namun keterlibatan poliartikuler juga tidak jarang ditemukan dan banyak sendi yang berbeda terlibat secara simultan atau berurutan dalam waktu yang cepat.
- pada gout, serangan yang tipikal mencapai intensitas maksimum dalam 8 hingga 12 jam, pada pseudogout serangan yang mirip gout akut atau gejala yang tidak tipikal yang terjadi setelah beberapa hari.
- tanpa penanganan, pola gejala dapat berubah seiring waktu hingga menjadi poliartikular dan melibatkan sendi-sendi yang lebih proksimal dan sendi-sendi ekstrimitas atas, teejadinya lebih sering dan serangan lebih lama.
- pada beberapa kasus, perkembangan yang tiba-tiba dari artritis poliartikular dapat mirip dengan artritis rematoid.

Penemuan

Diabetes mellitus bagian 10

bagian 10

Diabetes mellitus bagian 9

Diabetes mellitus bagian 8

Diabetes mellitus bagian 7

Diabetes mellitus bagian 6

Diabetes mellitus bagian 5

Diabetes mellitus bagian 4

Diagnosis

Bila didapatkan keluhan klasik, maka dilakukan pemeriksaan glukosa darah:

DM bila gula darah puasa (GDP) lebih dari atau sama dengan 126 mg/dl atau gula darah sewaktu (GDS) lebih atau sama dengan 200 mg/dl.

Batas nilai normal GDP adalah 126 mg/dl dan GDS adalah 200 mg/dl.

Bila GDP lebih dari atau sama dengan 126 dan GDS kurang dari 200, maka ulangi pemeriksaan gula. Bila salah satu dari GDP ataupun GDS melebihi batas normal, pasien didiagnosis Diabetes Mellitus. Bila keduanya dibawah nilai normal maka dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Apabila TTGO (juga dikenal dengan gula darah 2 jam post prandial/GD2JPP) lebih dari 200 mg/dl maka didiagnosis DM. Bila GD2JPP diantara 140 dan 199 mg/dl diagnosisnya adalah toleransi glukosa terganggu (TGT). Jika GD2JPP kurang dari 140, pasien dinyatakan normal.

Terapi TGT

Perencanaan diet dan latihan jasmani hingga tercapai berat ideal.

Bila keluhan klasik tidak didapatkan, maka dilakukan pemeriksaan glukosa darah.GDS dan GDP masing-masing dua kali.

Bila keduanya melebihi batas nilai normal maka didiagnosis DM.

Bila hanya pada pemeriksaan pertama GDP atau GDS melebihi nilai normal dapat dilakukan TTGO, apabila GD2JPP lebih dari 200 mg/dl, pasien didiagnosis DM. Bila GD2JPP diantara 140 mg/dl dan 199 mg/dl, pasien menderita TGT. Bila GD2JPP dibawah 140 mg/dl pasien dinyatakan bukan DM.

Bila GDS diantara 140 mg/dl sampai 199 mg/dl dan GDP kurang dari 126 mg/dl. Maka dilakukan TTGO. Apabila GD2JPP lebih dari 200 mg/dl, pasien menderita DM, bila GD2JPP diantara 140 mg/dl sampai 199 mg/dl pasien menderita TGT, bila kurang dari 140 mg/dl maka dinyatakan glukosa darah normal.

Diabetes mellitus bagian 3

Gejala klinis

Klasik

Awal: polifagi, polidipsi, poliuri, peningkatan berat badan (fase kompensasi)
Akhir: poliuri, polidipsi, penurunan berat badan (fase dekompensasi pankreas): TRIAS KLASIK

Lama-lama:

- mual
- muntah
- ketoasidosis diabetik (jarang pada DM tipe 2)

Kronis:

- lemah badan (kalori terbuang bersama urin)
- kesemutan (neuropati sensorik)
- kaku otot (neuropati motorik)
- penuunan kemampuan seksual (neuropati otonom)
- gangguan penglihatan yang sering berubah (mikroangiopati retina)
- sakit sendi, dll (neuropati sensorik)

Catatan

- Polidipsi dan poliuri adalah akibat diuresis osmotik pada glikosuria.
- Polifagi, lemah dan penurunan berat badan adalah akibat kalori yang terbuang bersama urin
- Peningkatan berat badan adalah akibat kompensasi peningkatan sekresi insulin sehingga meningkatkan lipogenesis dan menurunkan lipolisis.
- mual dan muntah adalah akibat dari asidosis
- ketoasidosis diabetikum (KAD): defisiensi insulin meningkatkan lipolisis dan menurunkan lipogenesis. Hasil samping dari proses ini menimbulkan asam keton. Kemudian timbullah glikosuria dan ketonuria serta peningkatan diuresis. Jika keadaan ini tidak ditangani dengan adekuat maka timbullah hipotensi dan shock sehingga dapat terjadi shock dan koma.

Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)

Hiperglikemik berat (>600 mg/dl) kemudian timbul diuresis osmotik berat, selanjutnya pasien dapat menjadi dehidrasi, shock dan koma (tidak terms do ketosis karena masih ada insulin walau dalam kadar kecil, lipolisis tidak terjadi bila masih terdapat insulin.

Wednesday, March 26, 2014

Diabetes mellitus bagian 2

Keseimbangan glukosa darah

Yang menurunkan glukosa darah

insulin
obat hipoglikemik oral
latihan
infeksi
obat-obatan tertentu

Yang meningkatkan glukosa darah

- diet yang salah
- growth hormon, katekolamin, tiroksin, kortisol, glukagon
- obat-obatan tertentu

Sebaiknya dijaga agar glukosa darah pada 100 mg/dl

Patologi

DM tipe 1: sel beta pankreas di pulau langerhans hanya tersisa <10% (N: 60- 80%). Jumlah reseptor insulin di permukaan sel normal yaitu kurang lebih 35 ribu)

DM tipe 2: jumlah sekresi insulin dapat cukup, bisa kurang tetapi ada keterlambatan sekresi insulin fase cepat (sesaat setelah makan). Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (20 ribu sampai 30 ribu, bila obese kurang lebih 20 ribu). Kualitas reseptor dalam mengikat insulin buruk (rusak). Gangguan proses glikolisis intrasel.

Diabetes mellitus Terkait Malnutrisi (DMTM)

Kerusakan sel beta pankreas akibat keracunan HCN pada singkong (sebagai diet utama) karena pasien juga menderita kekurangan energi dan protein kronis (protein menetralisir HCN pada singkong

Diabetes mellitus bagian 1

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik (kebanyakan herediter) akibat kekurangan insulin relatif. Yang disebabkan oleh:

- disfungsi sel beta pankreas, ambilan glukosa di perifer atau keduanya (DM tipe 2)
- kurangnya insulin absolut (DM tipe 1)

Tanda-tanda:

- hiperglikemia
- glikosuria

Gejala akut:

- poliuri
- polidipsi
- penurunan berat badan (dapat asimptomatis)

Gejala primer yaitu suatu manifestasi dari gangguan metabolisme karbohidrat. Sedangkan gejala sekunder adalah manifestasi dari metabolisme lemak dan protein.

Etiologi

DM tipe 1: autoimun atau idiopatik, terjadi destruksi sel beta yang menyebabkan defisiensi insulin absolut

DM tipe 2: diawali resistensi insulin sehingga terjadi defisiensi insulin relatif. Pada tahap lanjut terjadi defek sekresi insulin dan resistensi insulin fase cepat.

DM tipe X: DM tipe 2 yang karena faktor genetik dan imunologis menyebabkan pasien memerlukan terapi insulin selain obat oral.

MODY (Maturity Onset Diabetes of the Young): karena defek genetik fungsi sel beta pankreas (DM tipe 2 yang muncul pada usia 20 tahun.

Sunday, March 23, 2014

Dispepsia bagian (terakhir)

Gastritis

Inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Inflamasi pada mukosa gaster ini tidak sesuai dengan gejala klinis dan keluhan pasien. Keluhan dan gejala klinis lebih berkorelasi dengan komplikasi yang ditimbulkan gastritis seperti perdarahan dan perforasi.

Etiologi

- Helicobacter pylori
- NSAID dll

Diagnosis

Sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis)
Keluhan yang ditimbulkan juga tidak khas yaitu berupa rasa panas diserta perih di daerah epigastrium dan mual muntah

Terapi

Eradikasi H. pylori:

- Proton pump inhibitor dosis tinggi
- Klaritromisin 2 x 500 mg
- Amoksisillin 2 x 1000 mg/ Metronidazol 2 x 500 mg

Dispepsia bagian 8

Gastro Esofageal Refluks Disease (GERD)

GER (refluks isi lambung ke esofagus) yang menimbulkan keluhan dan gejala kerusakan jaringan dalam esofagus, oropharing, laring dan saluran nafas.


Pathofisiologi

Faktor agresif:

- sekresi lambung
- kompetensi pilorus

Faktor defensif:

- anti refluks barriee
- pengosongan lambung
- daya tahan mukosa esofagus


Klinis khas

- heart burn (nyeri epigastrium atau rasa terbakar epigastrium yang menjalar ke atas ke retrosternal dan leher)
- regurgitasi asam ke mulut dan hipersalivasi

Klinis atipikal

- nyeri dada
- dispepsia
- nyeri menelan

Klinis ekstra esofagus

- suara parau jika terdapat kerusakan pada laring
- batuk jika mengenai trakea atau laring
- sesak nafas mirip asma jika asam lambung menyerang bronkiolus

Dispepsia bagian 7

Anamness tukak peptik

Nyeri epigastrium atau kiri atas yang menjalar ke punggung disertai:

- Rhytmicity: hunger pain food relieve (tukak duodenum)
- Chronicity: sudah lama
- Periodicity: terutama malam hari dan 1-5 jam setelah makan

Komplikasi

- Hematemesis melena (muntah darah, berak hitam seperti petis)
- Perforasi lambung (nyeri awalnya viseral kemudian jadi somatik)
- Striktur pylorus (habis makan muntah nyemprot)

Terapi

Non farmakologis:

- hindari makanan asam, panas, pedas, banyak lemak, rokok, alkohol
- makan teratur, hindari makan sebelum tidur

Farmakologis:

Proton pump inhibitor

Cara membedakan tukak gaster dan duodenum

Tukak gaster nyeri langsung muncul setelah makan dan nyeri terasa di perut sebelah kiri. Tukak duodenum nyeri mereda setelah makan dan antasida (hunger pain food release) dan nyeri terasa di perut sebelah kanan.

Friday, March 21, 2014

Dispepsia bagian 6

Tukak Peptik

Kerusakan jaringan hingga muskularis mukosa pada saluran cerna atas dengan batas jelas akibat asam lambung atau pepsin

Patofiologis

Faktor agresif:

- asam lambung
- pepsin

Faktor defensif:

- mukosa lambung dan usus (tergantung produksi mukus, bikarbonat dan perfusi mukosa)

Sebuah fakta yang menarik yaitu gangguan faktor defensif seperti tukak lambung sering terjadi pada golongan darah O, sedangkan peningkatan faktor agresif seperti tukak duodenum sering terjadi pada golongan darah A

Faktor resiko

- Genetik
- Diet (kopi, rempah, asam, panas, pedas, coklat)
- Alkohol
- Merokok
- Obat - obatan (NSAID, steroid, jamu-jamuan)

Diagnosis

Lakukan anamnesis dengan cermat karena sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan apa-apa. Laboratorium ntuk mencari kuman H.pylori. Lakukan juga pemeriksaan penunjang foto barium upper GI dan endoskopi yang sekaligus dapat mengambil jaringan atau biopsi.

Dispepsia bagian 5

Helicobacter Pylori

Kuman yang menyebabkan:

- Tukak duodenum
- Gastritis kronis
- Tukak lambung
- Dispepsia non tukak

Patogenesis

- efek sitotoksik: kuman merusak mukosa lambung
- respon imunologis: respon imunologis menekan resistensi mukosa lambung
- reaksi inflamasi kronis

Pemeriksaan

Non invasif:

- Urea breath test
- HpSA (Helicobacter pylori Stool Antigen)
- IgM dan IgG anti Hp

Invasif:

- Rapid urea test
- Histo PA
- Biakan kuman dari jaringan biopsi

Dispepsia bagian 4

Terapi non farmakologis:

- hindari makan asam, panas, pedas, berlemak, rokok, alkohol
- makan teratur, hindari makan sbelum tidur

Terapi farmakologis:

Proton pump inhibitor: Omeprazole 2 x 20 mg per oral

Dispepsia bagian 3

Diferensial Diagnosis

1) GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease)

Keadaan patologis akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, faring, laring, saluran nafas. Pada anamnesis terdapat heart burn dan rasa kecap asam akibat regurgitasi asam lambung.

2) IBS (Irritable Bowel Syndrome)

Nyeri perut distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik. Pada anamnesis didapatkan saat nyeri perut apakah didapatkan:

1. Gangguan fungsi intestinal: feses cair, peningkatan frekuensi defekasi
2. Nyeri reda setelah defekasi yang menandakan nyeri berasal dari saluran pencernaan bawah
3. Perut membesar: untuk menyingkirkan kelainan organik
4. Lendir di feses: suatu tanda iritasi rektum
5. Rasa tidak puas setelah defekasi juga merupakan tanda iritasi rektum

3) Kholelitiasis

Terdapat batu di saluran empedu

Pada anamnesa didapatkan:

1. Kolik bilier: suatu nyeri perut atas yang berlangsung antara 30 menit sampai 12 jam (ditunjang dengan murphy sign yang positif dari pemeriksaan fisik)
2. Muncul bila makan berlemak
3. Riwayat ikterus berulang

Pankreatitis kronis

Inflamasi kronis pada pankreas yang mengganggu struktur dan fungsi pankreas

Pada anamnesa didapatkan:

1. Kajian faktor resiko: riwayat kebiasaan minum alkohol
2. Hal yang memicu: nyeri hebat bila minum alkohol
3. Gangguan malabsorbsi: terdapat penurunan berat badan dan berak mengandung lemak
4. Gejala diabetes melitus: nokturia

5) Dispepsia karena obat

Pada anamnesa didapatkan riwayat meminum NSAID, steroid dan jamu

6) Kejiwaan

Pada anamesa didapatkan riwayat stress dan cemas

Thursday, March 20, 2014

Dispepsia bagian 2

Penyebab dispepsia

1) Asam lambung yaitu terutama pada tipe tukak (nyeri lebih menonjol), akibat peningkatan kepekaan mukosa terhadap asam lambung

2) Dismotilitas terutama pada tipe non tukak (yang paling menonjol perut terasa cepat penuh), dikarenakan keterlambatan pengosongan lambung.

3) Kejiwaan akibat rasa cemas, neurosis, gangguan emosi, dan stress yang berlangsung lama.

4) Infeksi, akibat infeksi H.pylori yang menyebabkan gastritis kronis.

5) Diet, akibat: makanan berlemak, kopi, rokok, alkohol, pedas, asam, panas dan soda

Klasifikasi dispepsia untuk pemilihan terapi

1) Tipe tukak: bila yang paling menonjol adalah nyeri

2) Tipe dismotilitas: bila yang paling menonjol keluhan rasa tidak enak

3) Tipe non spesifik: bila yang paling menonjol tidak ada atau tidak khas


Diagosis

Anamnesis sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk melihat adanya kuman H. pylori dan endoskopi untuk menyingkirkan kelainan organik.

Kriteria diagnosis Rima III

1) Ada 1 atau lebih keluhan: rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di ulu hati

2) Tidak ada bukti kelainan struktural

3) Selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan

Dispepsia bagian 1

Suatu kumpulan keluhan:
- Nyeri
- Rasa tidak enak

yang bersifat menetap atau berulang di daerah epigastrium yang disertai keluhan-keluhan:
- Nyeri di belakang dada
- Rasa penuh, cepat kenyang, tidak suka makan
- Kembung, pengeluaran gas berlebihan
- Mual, muntah

GERD atau GastroEsofageal Reflux Disease khasnya bila yag menonjol adalah keluhan rasa panas di belakang dada (heart burn). Pikirkan GERD sampai terbukti penyakit lain.

Dispepsia adalah keluhan gangguan saluran cerna atas bisa karena:
- tukak peptik
- esofagitis
- kanker lambung
- kanker pankreas
- batu empedu


Dispepsia fungsional/ dispepsia non tukak (Non Ulcerative Dyspepsia)

Dispepsia yang pada pemeriksaan fisik, endoskopik, biokimia, maupun USG tidak ditemukan kelainan organik minimal selama 3 bulan dalam 1/2 tahun terakhir. Termasuk di dalamnya gastritis (dengan atau tanpa infeksi H. pilori)

Penyebab dispepsia

1) Asam lambung yaitu terutama pada tipe tukak (nyeri lebih menonjol), akibat peningkatan kepekaan mukosa terhadap asam lambung

2) Dismotilitas terutama pada tipe non tukak (yang paling menonjol perut terasa cepat penuh), dikarenakan keterlambatan pengosongan lambung.

3) Kejiwaan akibat rasa cemas, neurosis, gangguan emosi, dan stress yang berlangsung lama.

4) Infeksi, akibat infeksi H.pylori yang menyebabkan gastritis kronis.

5) Diet, akibat: makanan berlemak, kopi, rokok, alkohol, pedas, asam, panas dan soda

Wednesday, March 19, 2014

Azotemia bagian 5 (terakhir)

Etiologi

Prerenal azotemia terjadi sebagai konsekuensi dari terganggunya aliran darah ke ginjal atau menurunnya perfusi yang disebabkan penurunan volume darah, penurunan output jantung (pada gagal jantung kongestif), penurunan resistensi vaskular, sistemik, penurunan volume arterial efektif karena sepsis atau sindroma hepatorenal atau abnormalitas arteri renalis. Hal ini bisa tumpang tindih dengan latar belaag dari gaal ginjal kronis. Faktor-faktor iatrogenik seperti diuresis yang excesif dan pengobatan dengan ACE inhibitor harus disingkirkan terlebih dahulu.

Intrarenal azotemia terjadi sebagai hasil dari perluaan glomerulus, tubulus, interstisium, atau pembuluh darah - pembuluh darah kecil. DApat terjadi disertai oliguria akut, maupun akut tanpa oliguria atau kronis. Penyakit sistemik, nokturia, proteinuria, kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan urin (urin specific gravity yang rendah), anemia dan hipoglikemiaadalah sugestif azotemia untuk intrarenal.

Postrenal azotemia terjadi ketika ada obstruksi aliran urin. Hal ini seperti pada kasus obstruksi ureteral bilateral oleh tumor atau batu, fibrosis retroperitoneal, neurogenik bladder dan obstruksi bladder neck oleh hipertrofi prostat atau karsinoma prostat dan katub uretra posterior. Dapat bertumpang tindih dengan latar belakang penyakit ginjal kronis.

Azotemia bagian 4

Postrenal azotemia

Postrenal azotemia adalah peningkatan BUN dan kreatinin yang merupakan akibat dari obstruksi sistem pengumpulan. Obstruksi pada aliran akan menimbulkan reversal dari gaya starling yang bertanggung jawab pada filtrasi glomerular. Obstruksi bilateral yang progresif menyebabkan hidronefrosis dengan peningkatan tekanan hidrostatik kapsula bowman dan blokade tubular yang mengarah pada penurunan yang progresif dan gangguan yang hebat pada filtrasi glomerulus, azotemia, asidosis, overload cairan dan hiperkalemia.

Obstruksi unilateral jarang menyebabkan azotemia. Ada suatu bukti yaitu bila obstruksi unilateral yang kompleks diatasi dalam 48 jam dari onset maka recovery yang komplet dari GFR dicapai dalam 1 minggu.

Azotemia bagian 3

Azotemia intrarenal

Azotemia intrarenal diknal sbagai acute rnal failure/ acute kidney injury (AKI) yaitu pningkatan BUN dan kreatinin yang dikarenakan masalah di ginjal. Salah satu definisinya meliputi peningkatan serum kreatinin sebanyak 30% dari baseline atau pnurunan mendadak output dibawah 500ml/hari. Jika output trjaga AKI bisa juga tidak oligouri. Namun bila produksi urin dibawah 100ml/hari dikategorikan sebagai anuria.

Penyebab tersring adalah acute tubular necrosis (ATN), aminoglikosida nephrotoxicity, lithium toxicity dan cisplatin neprotoxicity. Pada AKI yang tidak oligouri kerusakan yang terjadi tidak seberat AKI dengan oliguri.

Sebagai akibat lain selain pnumpukan urea kreatinin dan zat buang lainnya. CKD menghasilkan

- Penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan anemia dan penurunan vitamin D3 (menyebabkan hipokalemia, hiperparatiroidisme, hiperfosfatemia dan renal osteodistrofi)
- Produksi asam, kalium, garam dan ekskresi air (menyebabkan asidosis, hiperkalemia dan edema)
- Disfungsi platelet (mengarah ke peningkatan peluang perdarahan)

Sindrom yang berhubungan dengan sign dan symptomp dari akumulasi bahan - bahan toksik (toksin uremia) disebut sebagai uremia dan kerap terjadi pada GFR kira-kira 10 ml/menit. Beberapa toksin uremi (yaitu urea, kreatinin, fenol dan guanida) telah teridentifikasi namun tidak ada yang dinyatakan bertanggung jawab pada manifestasi uremia.

Azotemia bagian 2

Azotemia prerenal

Azotemia prerenal adalah peningkatan BUN dan kreatinin serum yang disebabkan sirkulasi sistemik yang menurunkan alirannya ke ginjal. Hal ini akan memicu retensi Na dan cairan untuk mempertahankan volume dan tekanan. Ketika volume atau tekanan menurun akan mengaktivasi refleks baroreseptor (di arkus aorta dan snus carotid). Ini akan kemudian mengaktivasi nervus simpatis sehingga arteriol aferen ginjal mengalami vasokontriksi dan sekresi melalui reseptor beta 2.

Kontriksi dari arteriol aferen menyebabkan penurunan tekanan intraglomerular dan menurunkan GFR. Renin mengkonverai angiotensin I menjadi angiotensin II yang pada akhir proses menstimulasi aldosteron. Peningkatan aldosteron menghasilkan absorpsi pada tubulus distalis.

Penurunan volume dan tekanan adalah suatu stimulus non osmotik untuk memicu produksi antidiuretik hormon pada hipotalamus. Melalui mekanisme yang tidak diketahui aktifasi saraf saraf simpatis membuat reabsorbsi tubulus proximal meningkat untuk Na dan cairan, juga untuk BUN, kreatinin, kalsium, asam urat dan bikarbonat.

Azotemia bagian 1

Azotemia adalah peningkatan blood urea nitrogen(BUN) dan kadar serum kreatinin . Nilai normal BUN adalah 8-20 mg/dl dan nilai normal serum krratinin adalah 0,7 - 1,4 mg/dl.

Setiap ginjal manusia mengandung sekitar 1 juta nephron yang fungsional yang paling banyak berperan pada pembuatan urin. Pembuatan urin menjamin tubuh untuk mengeliminasi produk akhir metabolisme dan cairan berlebih agar menjaga keseimbangan internal (homeostasis). Pembuatan urin oleh nefron melalui 3 proses utama yaitu:

- Filtrasi pada tingkat glomerular
- Reabsorbsi selektif dari filtrat yang melewati tubulus renalis
- Sekresi oleh sel tubulus

Gangguan dari proses - proses ini mengganggu fungsi ekskresi dan berakibat azotemia.

Patofisiologi

Ada 3 patofisiologi yang berakibat azotemia

-Azotemia prerenal
-Azotemia intrarenal
-Azotemia postrenal